Kamis, 15 Maret 2012

Assholach_Surat Al 'Alaq ayat 1 - 5 dalam beberapa tafsir ...

jarang jarang nulis yang begini, kalo ada yang salah mohon koreksinya lah ya...,.,.,!!! Kemaren dapet tugas dari dosen buat bahan persetasi doank.,,.,. . Daripada disimpen di flashdisk aja, mending di uplod ke blog dah, lumayan biar blognya gak teralu kosong...:) hheheehehhe


Disebutkan dalam hadist hadist sahih, bahsa Nabi SAW mendatangi gua Hira' (Hira' adalah nama sebuah gunung di Mekkah) untuk tujuan beribadah selama beberapa hari. Beliau kembali pada istrinya – Siti Khadijah – untuk mengambil bekal secukupnya. Hingga pada suatu hari – di dalam gua – beliau dikejutkan oleh kedatangan malaikat membawa wahyu Illahi. Malaikat berkata kepadanya, "Bacalah!" Beliau menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Perawi mengatakan, bahwa untuk kedua kalinya malaikat memegang nabi dan menekan nekannya hingga nabi kepayahan, dan setelah itu dilepaskan. Malaikat berkata lagi kepadanya, "Bacalah!" Nabi menjawab, "saya tidak bisa membaca". Perawi mengatakan, bahwa untuk ketiga kalinya malaikat memegang nabi dan menekan-nekannya hingga beliau kepayahan. Setelah itu barulah nabi mengucapkan apa yang diucapkan oleh malaikat, yaitu surah Al-Alaq ayat 1-5.


Tafsir Al Maraghi
(اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ ال؎ّذِي خَلَ)
Jadilah engkau orang yang bisa membaca berkat kekuasaan dan kehendak Allah yang telah menciptakanmu. Sebelum itu beliau tidak pandai membaca dan menulis. Kemudian datang perintah Illahi agar beliau membaca, sekalipun tidak bisa menulis. Dan Allah menurunkan sebuah kitab kepadanya untuk dibaca, sekalipun ia tidak bisa menulisnya.

(خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَ)
Sesungguhnya zat yang maha menciptakan manusia, sehingga menjadi Makhluknya yang paling mulia – ia menciptakan dasri segumpal darah ('Alaq). Kemudian membekalinya dengan kemampuan menguasai alam bumi, dan dengan ilmu pengetahuan bisa mengolah bumi serta menguasai aa yang ada padanya untuk kepentingan umat manusia. Oleh sebab itu Zat Yang menciptakan manusia, mampu menjadikan manusia yang paling sempurna, yaitu Nabi SAW – bisa membaca, sekalipun beliau belum pernah belajar membaca.


(اقْرَأْ)
Perintah ini di ulang ulang, sebab membaca tidak akan bisa meresap ke dalam jiwa, melainkan setelah di ulang ulang dan dibiasakan. Berulang ulangnya perintah Illahi sama bepengertian sama dengan berulang ulangnya membaca. Dengan demikian maka membaca itu merupakan bakat Nabi SAW.
Perhatikan firman Allah berikut ini.
سَنُقْرِؤُكَ فَلَا تَنسَى
"kami akan membacakan (Al-Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa". (Al-A'la, 87:6)

Kemudian Allah menyingkirkan halangan yang dikemukakan oleh Muhammad SAW kepada Malaikat Jibril, yaitu tatkala malaikat berkata kepadanya, "Bacalah!" Kemudian Muhammad menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Artinya, saya ini buta huruf – tidak bisa membaca dan menulis. Untuk itu Allah berfirman :
(وَرَبُّكَ الْأَكْرَ)
Tuhanmu maha pemurah kepada orang yang memohon pemberian-Nya. Baginya amat mudah mnganugerahkan kepandaian membaca kepadamu – berkat kemurahan-Nya.
Kemudian Allah menambahkan ketentraman Nabi SAW. Atas bakat baru yang ia miliki melalui firman-Nya :
(الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ)
yang menjadikan pena sebagai sarana berkomunikasi antar sesama manusia, sekalipun letaknya saling berjauhan. Dan ia tak ubahnya lisan yang bicara. Qalam atau pena, adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Oleh karena itu Zat yang menciptakan benda mati bisa menjadi alat komunikasi – sesungguhnya tidak ada kesulitan bagi-Nya menjadikan dirimu (Muhammad) bisa membaca dan memberi penjelasan serta pengajaran. Apalagi engkau manusia yang sempurna.
Disini Allah menyatakan bahwa dirinyalah yang telah menciptakan manusia dari 'alaq, kemudian mengajari manusia dengan perantara qalam. Demikian itu agar manusia menyadari bahwa dirinya diciptakan dari sesuatu yang paling hina, hingga ia mencapai kesempurnaan kemanusiaannya dengan pengetahuannya tentang hakekat segala sesuatu. Seolah – olah ayat ini mengatakan "Renungkanlah wahai manusia! Kelak engkau akan menjumpai dirimu telah berpindah dari tingkatan yang paling randah dan hina, kepada tingkatan paling mulia. Demikian itu tentu ada kekuatan yang mengaturnya dan kekuatan yang menciptakan kesemuanya dengan baik".


Kemudian Allah menambahkan penjelasan-Nya dengan menyebutkan nikmat-nikmat-Nya kepada manusia melalui firmannya :
(عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَ)
sesungguhnya Zat yang memerintahkan Rasul-Nya membaca – Dia lah yang mengajarkan berbagai ilmu yang dinikmati oleh umat manusia, sehingga manusia berbeda dari makhluk lainnya. Pada mulanya manusia itu bodoh – ia tidak mengetahui apa – apa. Lalu apakah mengeherankan jika ia mengajarimu (Muhammad) membaca dan mengajarimu berbagai ilmu selain membaca, sedangkan engkau memiliki bakat unutk menerimanya?
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan.

Tafsir Al Azhar
(اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَ)
"Bacalah! Dengan nama Tuhanmu yang mencpta."
Dalam suku pertama saja, yaitu "bacalah", telah terbuka kepenting`n pertama dalam perkembangan agama ini selanjutnya. Nabi SAW disuruh membaca wahyu akan diturunkan kepada beliau itu di atas nama Allah, Tuhan yang telah mencipta. Yaitu (خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَ) "Menciptakan manusia dari segumpal darah." (ayat 2). Yaitu peringkat yang kedua sesudah nuthfah, yaitu segumpal air yang telah berpadu dari mani si laki – laki dengan mani si perempuan, yang setelah 40 hari lamanya, air itu menjelma jadi segumpal darah, dan dari segumpal darah itu kelak akan menjelma pula setelah melalui 40 hari, menjadi segumpal daging (Madhghah).

Nabi bukanlah seorang yang pandai membaca. Beliau adalah ummi, yang boleh diartikan buta huruf, tidak pandai menulis dan tidak pula pandai membaca yang tertulis. Tetapi Jibril mendesaknya pula sampai tiga kali supaya dia membaca. Meskipun tidak pandai menulis, namun ayat – ayat itu akan dibawa langsung oleh Jibril kepadanya, diajarkan, sehingga ia dapat menghapal diluar kepala, dengan sebab itu akan dapatlah ia membacanya. Tuhan Allah yang menciptakan semuanya. Rasul yang tak pandai menulis dan membaca itu akan pandai kelak membaca ayat – ayat yang diturunkan kepadanya. Sehingga bilamana wahyu – wahyu itu telah turun kelak, dia alan diberi nama Al-Qur'an.
اقْرَأْوَرَبُّكَ الْأَكْرَ
"Bacalah! Dan Tuhan engkau itu adalah Maha Mulia"
Setelah di ayat yang pertama beliau disuruh membaca di atas nama Allah yng a menciptakan insan dari segumpal darah, dirteruskan lagi emnyusunnya membaca di atas nama Tuhan. Sedang nama Tuhan selalu akan diambil jadi sandaran hidup ialah Allah Yang Maha Mulia, Maha Dermawan, Maha Kasih dan Sayang kepada makhluk-Nya; الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ "Dia yang mengajarkan dengan kalam." Itulah keistimewaan Tuhan itu lagi. Itulah kemuliaan-Nya yang tertinggi. Yaitu diajarkannya berbagai ilmu, dibuka-Nya berbagai rahasia, diserahkannya berbagai kunci untuk pembuka pembendaharaan Allah, yaitu denagn qalam. Denagn pena! Disamping lidah untuk membaca, Tuhan pun mentakdirkan bahwa dengan pena ilmu pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang di tulis pena itu adalah berbagai hal yang dapat difahamkan oleh manusia عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَ "mengajari manusia apa apa yang dia tidak tahu." (Ayat 5)

Tafsir Fi Zilalil Qur'an
(اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَ)
(Wahai Muhammad!) Bacalah dengan nama Tuhanmu Yang telah menciptakan (seluruh makhluk) ”
ltulah surah pertama al-Qur’an. Ia dimulakan dengan nama Allah. Ia mengarahkan Rasul-Nya s.a.w. pada kali yang pertama beliau berhubung dengan al-Mala’ul-A’la, dan pada kali pertama beliau menghayunkan langkahnya di jalan da’wah di mana beliau dipilih Allah untuk-Nya. Allah mengarah beliau supaya membaca dengan nama Allah .
Ayat ini dimulakan dengan menyebut secara umum salah satu dari sifat-sifat Allah iaitu sifat mencipta dan memulakan penciptaan . Kemudian diiringi dengan menyebut khusus tentang penciptaan dan asal mula kejadian makhluk manusia .
(خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَ)
Ia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.”
Yakni dari titik darah beku yang melekat di dalam rahim. Iaitu dari asal mula yang sangat kecil dan bersahaja, kemudian dengan limpah kemurahan-Nya dan dengan qudrat kuasa-Nya. Allah mengangkatkan segumpal darah itu kepada darjat manusia yang mengerti dan boleh belajar .
(اقْرَأْوَرَبُّكَ الْأَكْرَ)
Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah.”
(الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ)
Yang mengajar dengan pena. "
(عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَ)
Ia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.”

Di samping menjelaskan hakikat penciptaan manusia, ayat itu juga menjelaskan hakikat mengajar iaitu bagaimana Allah mengajar manusia dengan pena, kerana pena selama-lamanya merupakan alat mengajar yang paling luas dan paling mendalam kesannya dalam kehidupan manusia. Pada masa itu, hakikat peranan pena belum lagi jelas seperti yang kita ketahui dalam kehidupan manusia sekarang ini. Tetapi Allah S.W.T. Amat mengetahui nilai pena, kerana itulah Ia menyebutkannya pada detik pertama kemunculan agama yang terakhir bagi umat manusia dan pada surah yang pertama dan surah-surah al-Quranul-Karim. Namun begitu Rasulullah s.a.w. sendiri yang membawa surah ini bukanlah seorang yang pandai menulis dengan pena. Oleh itu andainya al-Qur’an itu bukannya wahyu dari Allah, malah perkataan yang dikarangkan oleh beliau tentulah beliau tidak akan menonjolkan hakikat peranan pena itu pada detik pertama da’wahnya. hakikat ini tentulah tidak tertonjol andainya al-Quran itu bukannya wahyu dan bukannya perutusan dari Allah.
Kemudian ayat ini menjelaskan sumber pengajaran iaitu sumbernya ialah Allah. Dari Allah, manusia mengambil ilmu pengetahuan yang telah dan sedang diketahuinya. Dari Allah, manusia mengetahui segala rahsia alam yang dibuka kepadanya mengetahui segala rahsia kehidupan dan rahasia rahasia dirinya sendiri. Segala-galanya datang dari satu sumber dan di sana tiada sumber yang lain dari Allah.
Dengan bahgian awal surah ini, yang diturunkan pada detik pertama Rasulullah s.a.w. berhubung dengan al-Malaul-A’la, diletakkan batu asas kefahaman keimanan yang luas, iaitu setiap urusan, setiap gerak langkah dan setiap tindakan hendaklah dimulakan dengan nama Allah dan diteruskan dengan nama Allah. Kepada Allah ia menuju dan kepada-Nya ia kembali. Dan Allah itulah yang mencipta dan Dialah juga yang mengajar. Dari Allah asal mula kejadian dan dari Allah datangnya segala pengajaran dan segala ilmu pengetahuan. Manusia belajar dan mengajar, dan seluruhnya bersumberkan Allah yang Mencipta dan Mengajar .

Tafsir Jalalain
  1. اقْرَأْ (Bacalah) maksudnya mulailah membaca dan memulainya -بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (dengan menyebut nama Rabbmu yang menciptakan) semua makhluk.<.span>
  2. خَلَقَ الْإِنسَانَ (Dia telah menciptakan manusia) atau jenis manusia -مِنْ عَلَقٍ (dari ‘alaq) lafal ‘Alaq bentuk jamak dari lafal ‘Alaqah, artinya segumpal darah yang kental.
  3. اقْرَأْ (Bacalah) lafal ayat ini mengukuhkan makna lafal pertama yang sama - وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (dan Rabbmulah Yang Paling Pemurah) artinya tiada seorang pun yang dapat menandingi kemurahan-Nya. Lafal ayat ini sebagai Haal dari Dhamir yang terkandung di dalam lafal Iqra’.
  4. الَّذِي عَلَّمَ(Yang mengajar) manusia menulis – بِالْقَلَمِ (dengan qalam) orang pertama yang menulis dengan memakai qalam atau pena ialah Nabi Idris a.s.
  5. عَلَّمَ الْإِنسَانَ (Dia mengajarkan kepada manusia) atau jenis manusia -مَا لَمْ يَعْلَمْ (apa yang tidak diketahuinya) yaitu sebelum Dia mengajarkan kepadanya hidayah, menulis dan berkreasi serta hal-hal lainnya.



Kesimpulan
Sesungguhnya Allah maha menciptakan dan Ia mampu menciptakan makhluknya agar bisa membaca, sekalipun makhluk itu tidak dapat membaca. Dalam ayat ayat ini pula terkandung bukti yang menunjukkan bahwa Allah yang menciptakan manusia dalam keadaan hidup dan berbicara dari sesuatu yang tidak ada tanda – tanda kehidupan padanya, tidak berbicara serta tidak ada rupa dan bentuk secara jelas. Dalam ayat ini pula dijelaskan bahwa Qalam atau pena adalah benda mati yang tidak bisa memberikan pengertian. Tetapi dengan Qalam atau pena itu justru bisa berbagi ilmu dan pengetahuan. Karna terkadang ilmu tidak hanya terletak pada fikiran dan lisan, namun juga pada tulisan.



Pustaka
Qutbh, Sayyid (2004). Tafsir Fi Zilalil Qur'an.
Hamka, Prof. Dr. (1999). Tafsir Al – Azhar
Al Maraghi, Ahmad Mustofa (1987). Tafsir Al Maraghi
Jalaluddin Asy-Syuyuthi, Jalaluddin Muhammad Ibn Ahmad Al Mahalliy. Tafsir Jalalain

Tidak ada komentar:

Posting Komentar